Find

Sabtu, 25 Mei 2013

Siaga 'saingan' para insinyur akan datang

Jakarta - Para insinyur Indonesia pantas cemas karena mungkin bakal mendapat pesaing dari negara tetangga. Apalagi dua tahun lagi Indonesia dan negara Asia Tenggara lain bakal masuk era Masyarakat Ekonomi Asean yang memungkinkan perpindahan pekerja jauh lebih mudah.

Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia, Bobby Gafur Umar, mengatakan jumlah insinyur Indonesia masih jauh dari jumlah ideal yakni baru mencapai 600 ribu - 700 ribu. Untuk mendukung proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan mencapai target pertumbuhan ekonomi, maka Indonesia masih kekurangan 1,2 juta orang insinyur.

"Kita masih kekurangan insinyur,” katanya. “Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 6,8-7 persen, setidaknya kita masih butuh 1,2 juta insinyur sehingga bisa memenuhi jumlah ideal 2 juta insinyur," katanya kemarin. 

Ia mengatakan ancaman bagi insinyur lokal lebih berat setelah Masyarakat Ekonomi ASEAN efektif mulai tahun 2015. Ini, katanya, akan menjadi momok menakutkan apabila Indonesia tidak lebih matang mempersiapkan diri.

Bobby mengatakan insinyur Indonesia saat ini pantas untuk cemas, karena negeri ini hampir pasti akan menjadi lahan empuk bagi para insinyur asing yang masih kalah banyak dibanding negara tetangga. "Menurut saya, buat para insinyur Indonesia, tidak mudah untuk menerima kenyataan ini,” katanya. “Tapi kita harus hadapi.”

Bobby melanjutkan yang paling dibutuhkan saat Ini adalah insinyur yang bisa mengelola sumber daya alam. "Indonesia kaya akan SDA tapi yang mengelolanya masih minim, insinyur teknologi dan elektronika memang juga diperlukan tapi tidak sebanyak kebutuhan akan insinyur pertanian dan perikanan," kata dia.

Senada, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengakui pertumbuhan insinyur di Indonesia per tahunnya amat rendah. Akibatnya, indeks pembangunan Indonesia juga lebih rendah, yaitu hanya berada di angka 0,60. Sedangkan Malaysia ada di angka 0,86 dan Thailand di angka 0,69.

Dalam 1 juta penduduk, jumlah insinyur di Indonesia hanya rata-rata 164 orang dari 1 juta penduduk. Sedangkan Malaysia mencapai 503 insinyur per 1 juta penduduk dan Singapura yang sebanyak 5.700 insiyur per 1 juta penduduk. "Ini berakibat pada peringkat efisiensi inovasi dan kesiapan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah bangunan menjadi kurang bagus," kata Djoko.

Wakil Ketua Umum PII Hermanto Dardak mengatakan kekurangan ini juga didorong banyaknya insinyur tersebut tidak bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Dari segi profesi, kebanyakan insinyur yang ada di tanah air masih terkonsentrasi di bidang sipil.

"Sebanyak 50 persen insinyur profesional adalah di bidang sipil yang membangun jalan, gedung dan jembatan. Karena itu insinyur profesional di bidang lain perlu ditingkatkan agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak stagnan," kata dia.

Karena itu, kata Hermanto, pembentukan Rancangan Undang-Undang Keinsinyuran diharapkan bisa memicu ketertarikan para insinyur untuk meningkatkan kompetensi serta menekuni profesi sesuai latar belakang pendidikannya.

Ropesta Sitorus

>> berita 2 >>

KEN Temui Kadin Korea Selatan

SEOUL—Rombongan Komite Ekonomi Nasional (KEN) yang dipimpin ketuanya, Chairul Tanjung, pagi ini bertemu dengan Kamar Dagang dan Industri Korea Selatan di Seoul. Chairul menyatakan bahwa pertemuan dengan Kamar Dagang Korea harus dikongkritnya, tidak hanya menjadi pembicaraan semata. 

Chairul--didampingi Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Investasi Peter Gontha, Wakil Ketua Kadin Indonesia bidang Luar Negeri Chris Kanter, dan Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Pendidikan James Riady—bertemu dengan Ketua Kamar Dagang dan Industri Korea, S.K.Sohn.

Chairul, seperti dikutip dalam pernyataan KEN pagi ini, menyatakan bahwa bagi Indonesia, Korea sudah dianggap sebagai mitra prioritas. Ia mengatakan, “Pertemuan KEN dengan Kadin Korea jangan hanya sebatas di tataran pembicaraan saja, tapi harus dibuat konkret.”

Dalam pertemuan itu, muncul pembicaraan soal unjuk rasa para pekerja. Peter Gontha menyampaikan perselisihan pekerja di Indonesia dengan perusahaan asing mirip di Korea. Di Korea, pabrik General Motor pernah mengalami dengan ini dengan para pekerjanya.

Sohn mengatakan perbedaan perbedaan antara pihak investor dan tenaga kerja secara perlahan lahan menurun karena publik lelah melihat adanya demonstrasi. 

Karena itu Peter Gontha meminta bantuan dari Kadin Korea, untuk menyampaikan kepada investor Negeri Ginseng di Indonesia, agar sabar dan bersama-sama mencoba mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.

Chairul menambahkan sekarang sudah saatnya pemerintah dan usaha harus bekerja sama untuk lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengambil keputusuan keputusan politis yang lebih populis untuk mencapai tujuan tersebut.

Dibahas juga soal harapan Kadin Indonesia yang meminta industri Korea dapat menampung lebih banyak tenaga kerja Indonesia di bidang teknologi tinggi. Jadi bukan hanya industri padat karya yang tidak memberikan nilai tambah untuk industri masa depan di Indonesia.

Wahyu Daniel 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar