BIODIESEL
PENDAHULUAN
Dalam
mata kuliah proses industry kimia organic menitik beratkan pada konversi perubahan
suatu bahan (raw material) menjadi produk yang berguna atau mempunyai
nilai-tambah, serta produk tersebut dapat digunakan secara langsung oleh
konsumen sebagai pengguna akhir dan produk tersebut disebut dengan produk-akhir, selain itu produk dari
industri tersebut dapat juga digunakan sebagai bahan baku oleh industri lain,
yang disebut juga sebagai produk-antara.
Proses konversi ini berlangsung dengan proses kimia (unit proses) maupun
proses fisika (unit operation). Salah satu konversi yang berlangsung melalui
proses kimia yang dipelajari mahasiswa adalah esterifikasi.
1.1. Definisi
esterifikasi
Esterifikasi
sendiri adalah reaksi pembentukan ester. Bisa dikatakan esterifikasi adalah reaksi antara asam organic atau
anorganic dengan alkohol (ester dibentuk oleh kondensasi asam dan alkohol).
1.2. Penggolongan
esterifikasi
Penggolongan
esterifikasi berdasarkan pada zat-zat yang ikut ambil bagian dalam proses
esterifikasi :
1.1.1. Esterifikasi
alcohol + asam
Dalam proses esterifikasi ini
digunakan asam pekat supaya ionisasi H+ sukar. H pembentuk H2O
berasal dari alcohol dan OH berasal dari asam.
1.1.2. Esterifikasi
turunan asam organic
Terbagi menjadi 4 jenis:
a. Asidolisa
Ester + Asam à
Ester baru + Asam baru
b. Interesterifikasi
Ester + Ester àEster
baru + Ester baru
c. Alkoholisa
Ester + Alkohol à Ester baru + Alkohol baru
d. Esterifikasi
terhadap asam anhydride
Anhidrid + Alkohol à Ester
+ Asam
1.1.3. Esterifikasi
terhadap senyawa tak jenuh
Proses berlangsung secara adisi dan
terbagi menjadi:
a. Acethylene
b. ketene
1.1.4. Esterifikasi
terhadap asam anorganik
Sejumlah
ester dibuat berasal dari asam anorganik seperti nitrat, sulfon dan phosphor.
ESTERIFIKASI
DALAM INDUSTRI
Esterifikasi
dalam industry yang berkembang dengan pesat akhir-akhir ini adalah esterifikasi
minyak nabati menjadi biodiesel. Bertambahnya jumlah populasi di dunia dan meningkatnya jenis
kebutuhan manusia seiring dengan berkembangnya zaman, mengakibatkan kebutuhan
akan energi semakin meningkat sehingga persediaan energi (khususnya energi dari
bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui) semakin menipis, bahkan
semakin lama akan habis. Untuk mengurangi ketergantungan pada sumber
bahan bakar fosil (minyak/gas bumi dan batu bara) sebagai sumber energi yang
tidak terbarukan dengan segala permasalahannya, Bahan bakar fosil mempunyai
banyak kelemahan dalam banyak segi terutama harga yang cenderung naik (price
escalation) sebagai akibat dari faktor-faktor seperti berkurangnya cadangan
sementara permintaan terus meningkat serta dampak lingkungan yang
ditimbulkan olehnya yang mana sangat berpengaruh terhadap pemanasan global (global
warming). Indonesia dan beberapa negara kini berusaha untuk mencari
sumber-sumber energi lainnya sebagai bahan bakar alternatif. Alternatif ini
harus mengoptimalkan potensi sumber daya lokal supaya harganya lebih murah dan
terjangkau.
2.1.
Sejarah Biodiesel
Transesterifikasi minyak sayur dilakukan pada awal 1853 oleh
ilmuwan E. Duffy and J. Patrick, pada tahun sebelumnya mesin diesel ditemukan.
Adalah mesin milik Rudolf Diesel's yang dijadikan model utama, sebuah mesin
berukuran 10 ft (3 m) silinder besi dengan roda gaya pada bagian dasar, melaju
pada saat pengoperasian pertama di Augsburg, Germany, 10 Agustus 1893. Mesin
ini dijadikan prototipe Diesel's vision karena menggunakan tenaga minyak kacang
tanah. Sebuah bahan bakar yang bukan termasuk biodiesel, karena tidak diproses
secara transesterifikasi. Tetapi karena penggunaan petrodiesel dinilai lebih
menguntungkan pada saat itu. Perkembangan biodiesel dari minyak nabati kurang
berkembang.
Pada akhir tahun 1970-an minyak
nabati di Eropa telah digunakan sebagai bahan bakar motor diesel menggantikan
minyak solar. Namun karena masalah teknis yang sulit diatasi, sekalipun dengan
memodifikasi motor yang akhirnya hanya menambah biaya, minyak nabati kemudian
diolah menjadi biodiesel dan mulai dikembangkan sejak pertengahan tahun
1980-an. Terutama di Jerman dan Austria, biodiesel diproduksi dari minyak rapeseed.
Akan tetapi, sampai pertengahan tahun 1990-an produksi biodiesel dari rapeseed
di Jerman dinilai masih belum ekonomis. Tanpa subsidi dari pemerintah,
biodiesel di Jerman tidak mampu bersaing dengan minyak solar (yang sebenarnya
sudah dikenai pajak hampir 200%). Sejak itu, mulailah dikembangkan biodiesel
dari minyak goreng jelantah (used frying oil) dan dari sisa lemak
hewani.
Saat ini biodiesel dari minyak
goreng jelantah telah di produksi di negara Eropa, Amerika dan Jepang.
Biodiesel dari minyak goreng jelantah di Austria dikenal dengan nama AME (Altfett
Methyl Ester), sedang di Jerman selain dikenal dengan AME juga mendapat
nama Fritten diesel, sedangkan di Jepang dikenal dengan e-oil. Berikut
dapat dilihat grafik presentase konsumsi biodiesel dunia.
Indonesia dengan keanekaragaman
sumber daya alamnya memiliki potensi yang sangat tinggi dalam memenuhi pasokan biodiesel
dunia. Dan sebagai penghasil minyak sawit
terbesar kedua setelah Malaysia dengan produksi CPO sebesar 8 juta ton pada
tahun 2002 dan akan menjadi penghasil CPO terbesar di dunia pada tahun 2012.
Dengan mempertimbangkan aspek kelimpahan bahan baku, teknologi pembuatan, dan
independensi Indonesia terhadap energi diesel, maka selayaknya potensi
pengembangan biodiesel merupakan potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu
alternatif yang dapat dengan cepat diimplementasikan.
Meskin terkesan masih lambat tapi jelas terlihat upaya
pemerintah dalam menangani sector industry biodiesel. Hal ini dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel
1. Rencana investasi industry biodiesel di Indonesia, 2007- 2008.
Perusahaan Kapasitas(MT/tahun)
EW Group 120.000
Platinum Resin Industri 50.000
Indo Biofuels Energy 160.000
Energi Alternatif Industri 300
Ganesha Energy 5.000
Wilmar Bioenergi 700.000
Sumi Asih Group 200.000
Musim Mas 300.000
Multi Kimia 5.000
Jumlah 1.540.300
Sumber:
Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (2007).
2.2.
Spesifikasi biodiesel
Biodiesel berbentuk cairan berwarna
kuning cerah sampai kuning kecoklatan. Biodiesel tidak dapat bercampur dengan
air, mempunyai titik didih tinggi dan mepunyai tekanan uap yang rendah.
biodiesel terdiri dari senyawa campuran methyl ester dari rantai panjang
asam-asam lemak dari minyak tumbuh-tumbuhan yang memiliki flash point 150 °C
(300 °F), density 0.88 g/cm³,dibawah density air. Biodiesel tidak memiliki
senyawa toksik dan tidak mengandung sulfur serta biodegradable, sehingga
penanganannya jauh lebih mudah dan lebih sederhana dibandingkan bahan solar
minyak bumi. Dapat dilihat dengan lebih spesifik pada tabel berikut:
2.3.
Keuntungan menggunakan biodiesel diantaranya adalah :
a.
Merupakan sumber energy biodegradable dan ketersediaan
bahan bakunya terjamin.
b.
Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan
ukuran baik tidaknya kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang
bakar mesin).
c.
Memiliki viscositas tinggi sehingga mempunya sifat
pelumasan yang lebih baik dari solar, hal ini dapat membantu memperpanjang umur
mesin.
d.
Dapat diproduksi secara local dan skala kecil.
e.
Mempunyai kandungan sulfur yang rendah
f.
Menurunkan tingkat opasiti asap
g.
Menurunkan emisi gas buang
h.
Pencampuran dengan petroleum diesel mampu
meningkatkan biodegrability petroleum diesel sampai 500%.
i.
Minyak nabati sebagai sumber bahan baku dapat
dipenuhi oleh berbagai jenis tumbuhan.
2.4.
Proses
pembuatan Biodiesel
Metil ester dapat dibuat dari
minyak lemak nabati dengan reaksi esterifikasi atau transesterifikasi atau
gabungan keduanya.
(i) Reaksi Esterifikasi
Reaksi
esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol membentuk
ester dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm, sehingga
memerlukan pasokan kalor dari luar. Temperatur untuk pemanasan tidak terlalu
tinggi yaitu 55-60 oC (Kac, 2001). Secara umum reaksi
esterifikasi adalah sebagai berikut :
Asam lemak bebas
alkohol
ester
alkil
air
Reaksi
esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah reaksi transesterifikasi.
Reaksi esterifikasi biasanya dilakukan sebelum reaksi transesterifikasi
jika minyak yang diumpankan mengandung asam lemak bebas tinggi (>0.5%).
Dengan reaksi esterifikasi, kandungan asam lemak bebas dapat dihilangkan dan
diperoleh tambahan ester.
(ii) Reaksi
Transesterifikasi
Reaksi
Transesterifikasi sering disebut reaksi alkoholisis, yaitu reaksi antara trigliserida
dengan alkohol menghasilkan ester dan gliserin. Alkohol yang sering digunakan
adalah metanol, etanol, dan isopropanol. Berikut ini adalah tahap-tahap reaksi
transesterifikasi :
trigliserida
alkohol
digliserida
ester
digliserida alkohol
monogliserida ester
monogliserida
alkohol
gliserin ester
Secara
keseluruhan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut :
Trigliserida 3
(alkohol)
gliserin 3
(ester)
Trigliserida
bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserin. Kedua produk reaksi ini
membentuk dua fasa yang mudah dipisahkan. Fasa gliserin terletak dibawah dan
fasa ester alkil diatas. Ester dapat dimurnikan lebih lanjut untuk memperoleh
biodiesel yang sesuai dengan standard yang telah ditetapkan, sedangkan gliserin
dimurnikan sebagai produk samping pembuatan biodiesel. Gliserin merupakan
senyawaan penting dalam industri. Gliserin banyak digunakan sebagai pelarut,
bahan kosmetik, sabun cair, dan lain-lain.
(iii)
Flow chart proses
pembuatan biodiesel
Proses diawalin dengan esterifikasi untuk
menghilangkan asam lemak bebas sekaligus menambah perolehan biodiesel. Reaksi
esterifikasi dapat dilakukan dengan katalis homogen maupun heterogen.
Esterifikasi dengan katalis homogen menghasilkan produk yang bersifat asam
sehingga sebelum reaksi transesterifikasi, kelebihan asam ini harus dinetralkan
terlebih dahulu. Penetralan dapat dilakukan dengan penambahan basa atau
menggunakan resin penukar anion. Penetralan menggunakan basa menghasilkan garam
yang dapat menjadi pengotor, hal ini tidak terjadi pada penetralan menggunakan
penukar ion.
Reaksi
esterifikasi menghasilkan produk samping berupa air. Air harus dipisahkan
sebelum reaksi transesterifikasi. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan
penguapan atau menggunakan absorber.
Umpan masuk
reaktor transesterifikasi berupa trigliserida, ester, dan pengotor.
Trigliserida direaksikan dengan metanol menghasilkan ester dan gliserin. Reaksi
transesterifikasi dapat dilakukan dua tahap untuk mendapatkan konversi tinggi.
Pada reaksi dua tahap, pemisahan gliserin dilakukan diantara kedua reaksi.
Pemisahan gliserin ini berguna untuk menggeser kesetimbangan ke kanan sehingga
konversinnya menjadi lebih tinggi.
Reaksi
transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Ester dan
gliserin tidak saling larut sehingga dapat dipisahkan dengan dekantasi. Fasa
ester dimurnikan lebih lanjut untuk mendapatkan biodiesel yang sesuai dengan
standard mutu yang disyaratkan. Fasa ester masih mengandung pengotor-pengotor,
seperti : sisa katalis, garam, metanol, dan pengotor lainnya. Pemurnian
fasa ester alkil dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pencucian dengan air
atau menggunakan penukar ion.
(iv)
Contoh proses produksi
esterifikasi
Salah satu factor keunggulan
biodiesel, selain dapat diproses dalam skala industry besar juga dapat diproses
dalam skala kecil/ industry kecil. Untuk mempermudah proses pemahaman dalam hal
ini kami mengambil contoh pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel.
a.
Tambahkan
bleaching earth ke dalam minyak jelantah sebanyak 5% dari berat minyak,
kemudian aduk hingga merata. Tunggu sekitar 1 jam hingga kotoran minyak
jelantah mengendap, kemudian saring minyak jelantah dengan kertas saring. Fungsi
darii bleaching earth adalah sebagai koagulan, sehingga kotoran mudah
mengendap.
b.
Timbang
NaOH padat sebanyak 1% dari berat minyak jelantah . NaOH berfungsi sebagai
katalis reaksi trans esterifikasi.
c.
Ukur
volume methanol yang akan digunakan sebesar 30% dari volume minyak jelantah.
d.
Reaksikan
methanol dengan NaOH, dan diaduk hingga merata.
e.
Reaksikan
methanol+NaOH dengan minyak jelantah dan dijaga suhunya sekitar 60-65 C selama
1 jam,aduk secara cepat dengan menggunakan magnetic stirrer/mixer selama
reaksi berlangsung agar reaksinya homogen. Suhu operasi jangan sampai
melebihi 70 C karena reaksi yang terjadi bukan lagi reaksi trans esterifikasi
melainkan reaksi penyabunan.
f.
Setelah
reaksi terjadi akan terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas adalah Fatty acid methyl
ester (FAME) atau biodiesel, sedangkan lapisan bawah adalah gliserin. Pisahkan
kedua lapisan dengan menggunakan corong pemisah.
g.
Cuci
biodiesel dengan menggunakan air untuk menghilangkan ekses methanol, kemudian
pisahkan di dalam corong pemisah.
2.5.
Tinjauan
thermodinamika
Selama proses esterifikasi dan
transesterifikasi reaksi berlangsung dalam kondisi endotherm. Karena
membutuhkan panas dari luar, selama proses digunakan heater dan turbin pengaduk
pada reactor.
2.6.
Tinjauan
kinetika reaksi
• Asam lemak bebas dalam minyak lemak
nabati direaksikan dengan basa membentuk sabun. Semua asam lemak bebas
dikonversi menjadi sabun, sehingga minyak nabati yang masuk reaktor
transesterifikasi bebas asam lemak bebas.
• Reaksi transesterifikasi dapat
dilakukan satu tahap atau dua tahap, pada reaksi dua tahap dilakukan pemisahan
gliserin di tengah-tengah reaksi, hal ini dilakukan agar kesetimbangan reaksi
bergeser ke kanan, sehingga konversi yang diperoleh lebih tinggi.
• Katalis asam berguna untuk
mempercepat reaksi
• Semakin tinggi suhu yang diterima
akan semakin mempercepat reaksi. Tetapi batas suhu maksimum yang diperbolehkan
hanya sampai 700C, sebab apabila suhu pada saat reaksi melebihi 700C.
yang terbentuk bukan reaksi esterifikasi dan transesterifikasi, melainkan
reaksi penyabunan.
KESIMPULAN
Cara
mengolah minyak nabati menjadi biodiesel melalui proses esterifikasi dan
transesterifikasi. Proses tersebut selain menghasilkan metal ester/ biodiesel
juga menghasilkan hasil sampingan glyiserin yang juga memiliki nilai ekonomis
yang tinggi. Alur proses bisa didahului dengan esterifikasi lalu
transesterifikasi ataupun sebaliknya.
Produk
yang dihasilkan yaitu biodiesel merupakan produk yang sangat menjanjikan
dibandingkan dengan solar. Selain memiliki keunggulan lebih juga yang paling
penting bahan bakar ini lbih ramah lingkungan. Hal ini sangat mengusung gerakan
go green dan mengenai isu-isu lingkungan yang sedang digalakkan diseluruh
dunia.
Indonesia
memiliki potensi yang sangat besar sebagai penghasil biodiesel. Jika hal ini
berhasil diimplementasikan dan diterapkan. Hal ini akan mampu menjadi salah
satu pendongkrak ekonomi negara kita.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Diktat Proses industry kimia organic,
Dr,Ir, Ismiyati, MT, 2011.
2.
Pra perancangan pembuatan biodiesel
berbahan baku limbah padatdan limbah cair kelapa sawit, Meutia Nurfahasdi,
Universitas Sumatera Utara, 2009.
3.
Status pengembangan industry biodiesel
September 2006, symposium Biodiesel Indonesia.
4.
Biodiesel,
http://en.wikipedia.org, 05-05-2008
5.
Biodiesel, http://biodieselindonesia.com
6.
Gambaran sekilas industry kelapa sawit
di Indonesia, www.kemenperin.go.id/.../Paket-Informasi-Komoditi-Minyak-Kelapa..
7.
Biodiesel, Prawito, http://chemical-engineer.digitalzones.com/biodiesel.html
8.
Esterifikasi, http://en.wikipedia.org/wiki/Esterification#Preparation
9.
Reaksi pengesteran (esterifikasi),
http://www. Chem-Is-Try.Org